Nama : Kemas Muhammad Naufal Nashor
Kelas : XI IPA
Kampus : SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III
|
BAB I | PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah pemerintahan
Hindia Belanda digantikan oleh pemerintahanInggris, yaitu pada tahun 1811,
Inggris mulai menanamkan kekuasaannya diIndonesia. Pada masa pemerintahan
Inggris yang paling terkenal adalah masa pemerintahan Raffles. Masa
pemerintahan Inggris terbilang cukup singkat yaitu
hanya lima tahun terhitung mulai tahun 1811 sampai dengan 1816. Tujuan
utama Raffles adalah untuk mengembangkan kekuasaanInggris. Kebijakan Raffles
yang terkenal adalah sistem sewa tanah, yaitusistem pertanian dimana para
petani atas kehendaknya sendiri menanamdagangan (cash crops) yang dapat diekspor keluar negeri.
Setelah pemerintahan
Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh
Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa´kedua´ penjajahan ini, yang sangat
terkenal adalah sistem tanam paksa yangditerapkan oleh Van den Bosch.
Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam
pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek
sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan. Terdapat
perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yangdilaksanakan oleh Raffles
serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa
dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar
belakang yang ada di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan :
1.
Latar belakang pelaksanaan
sistem sewa tanah, tujuan pelaksanaannya, serta kegagalan pelaksanaan
sistem sewa tanah oleh Raffles.
2. Latar belakang pelaksanaan sistem tanam paksa, pelaksanaan sistem tanam
paksa, serta penghapusan (dampak) tanam paksa.
3. Apa perbedaan sistem sewa tanah dan sistem tanam paksa, di lihat dari faham
yang mendasari, perangkat pemerintahan pelaksana, kedudukan dan pola kerja
rakyat, serta tanaman dan sistem perdagangannya.
1.3 Tujuan Masalah
1.
Dapat
mengetahui latar belakang dan tujuan pelaksanaan sistem sewa tanah serta
kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah oleh Raffles.
2.
Dapat
mengetahui latar belakang dan pelaksanaan sistem tanam paksa serta penghapusan
(dampak) tanam paksa.
3.
Dapat
mengetahui perbedaan sistem sewa tanah dengan sistem tanam paksa.
|
BAB II | SISTEM SEWA TANAH
2.1 Latar Belakang
Tidak lama setelah
kepergian Gubernur Jenderal Daendels dari Indonesia,Jawa diduduki oleh Inggris
dalam tahun 1811. Zmana pendudukan Inggris inihanya berlangsung selama lima
tahun, yaitu antara tahun 1811 dan 1816, akantetapi selama waktu ini telah
diletakakan dasar-dasar kebijaksanaan ekonomi yangsangat mempengaruhi sifat dan
arah kebijaksanaannya pemerintahan kolonialBelanda yang dalam tahun 1816
mengambil alih kembali kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.
(Kartodirdjo: 1977: 65).Azas-azas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan
oleh LetnanGubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di
India.Pada hakekatnya Rafless ingin menciptakan suatu sistem ekonomidi Jawa
yang bebas dari segala unsure paksaan yang dahulu melekat pada sistem
penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan oleh kompeni Belanda
(VOC) dalamkerjasama dengan raja-raja dan para bupati. (Kartodirdjo: 1977:
65)Thomas Stanford Rafless menyebut Sistem Sewa tanah atau dikenal jugadengan
sistem pajak bumi dengan istilah landrente.
Peter
Boomgard (2004:57) menyatakan bahwa: Kita
perlu membedakan antara landrente sebagai suatu pajak bumi atau lebihtepat
pajak hasil tanah, yang diperkenalkan tahun 1813 dan masih terus
dipungut pada akhir periode colonial, dan landrente sebagai suatu sistem (Belanda:
Landrente Stelsel), yang berlaku antara
tahun 1813 sampai 1830 ´Sistem sewa tanah yang dijalankan oleh Inggris,
yaitu pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Stamford Raffles ini, Dalam
usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin
berpatokan pada tiga azas, antara lain:
a. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu
dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenistanaman, melainkan
mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenistanaman apa yang akan
ditanam;
b. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagaigantinya
mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonialdengan fungsi-fungsi
pememrintahan yang sesuai, perhatia merekaharus terpusat pada
pekerjaan-pekerjaan umum yang dapatmeningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanahmilik
pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkanmembayar sewa tanah
atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.Untuk menentukan besarnya pajak,
tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
a) Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari
hasil bruto;
b) Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga darihasil bruto;
c) Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari
hasil bruto;
2.2 Pelaksanaan Sistem sewa tanah
a. Faham yang Mendasari
Gagasan dan cita-cita
Liberal adalah hasil pengaruh dari RevolusiPerancis
yang dibawa Sir Thomas Stamford Raffles ke Indonesia yakni prinsipkebebasan,
persamaan, dan persaudaraan dinilai membawa kehidupan rakyat lebih baik. Kebebasan, Raffles ingin menciptakan suatu
sistem ekonomi yang bebasdari unsur paksaan, penyerahan wajib dan kerja rodi
pada masa VOC. Raffles ingin memberikan kepastian hukum tentang posisi para
petani dan rakyat sertakebebasan ber usaha dalam menanam tanaman dan
perdagangan. Menurutnya sistem paksaan masa VOC telah mematikan daya usaha
rakyat Indonesia sehingga tidak banyak
keuntungan yang diperoleh VOC. Oleh sebab itu masa Raffles diberi
kebebasan untuk menentukan jenis tanaman yang dikehendaki. Selain itu terdapat
prinsip persamaan dalam hal
ini peranan bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya
mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintah kolonial dengan
asas-asas pemerintahan model negeri barat. Pemusatan pada pekerjaan umum
yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk. Sedangkan dasar kebijakan
Raffles yakni berdasarkan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, para
petani sebagai penyewa milik pemerintah. Untuk penyewaan diwajibkan membayar
sewa tanah berupa mata uang yang telah ditentukan. Sehingga diharapkan produksi
pertanian akan bertambah dengan rangsangan penanaman tanaman perdagangan, serta
pajak yang diterima oleh pemerintah akan bertambah dan menjamin arus
pendapatan Negara yang tabil. Pengenalan sistem administrasi Eropa yang efektif
mengenai kejujuran,ekonomi, dan keadilan
merupakan dasar perubahan sosial budaya kehidupan masayarakat Jawa dicontohkan
menggantikan ikatan adat tradisional dengan ikatan kontrak, dihapuskannya
peranan bupati sebagai pemungut pajak, dapat dikatakan dari pemerintahan tidak
langsung menjadi pemerintahan langsung.Raffles dalam melaksanakan cita-citanya
tidak melihat situasi dan kondisi TanahJawa, secara pandangannya disamakan
antara Jawa dengan India. Hal ini membuat ke tidak berhasilan sistem.
b. Pelaksana Sistem
Sewa Tanah
Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan
peralihan Inggris (1811-1816) oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, yang
banyak menghinpun gagasan sewa tanah dari sistem pendapatan dari tanah
India-Inggris. Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak penguasa
sebagai pemilik semua tanah yang ada. Tanah
disewakan kepada kepala-kepala desa di seluruh Jawa yang pada gilirannya
bertanggungjawab membagi tanah dan memungut sewa tanah tersebut. Sewa ini pada
mulanya dapat dibayar dalam bentuk uang atau barang, tetapidalam perkembangan
selanjutnya lebih banyak berupa pembayaran uang. Pengalaman dan pelaksanaan
sewa tanah ini, oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles sangat dipengaruhi oleh
pengalaman penerapan perkembangan perekonomian colonial pada masa
penguasaan Inggris di India. Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin menciptakan
suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan, dan dalam
rangka kerjasama dengan raja-raja dan para bupati.Kepada
para petani, Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin memberikan kepastian
hukum dan kebebasan berusaha melalui sistem sewa tanah tersebut.
Kebijakan Gubernur Jenderal Stamford Rafflesini, pada
dasarnya dipengaruhi oleh semboyan revolusi Perancis dengan semboyannya
mengenai Libertie (kebebasan),
Egaliie (persamaan), dan Franternitie (persaudaraan)´. Hal tersebut membuat
sistem liberal diterapkan dalam sewa tanah, di mana unsur- unsur kerja sama
dengan raja-raja dan para bupati mulai di minimalisir keberadaannya. Sehingga
hal tersebut berpengaruh pada perangkat pelaksana dalam sewa tanah, di mana
Gubernur Jenderal Stamford Raffles banyak memanfaatkan colonial (Inggris)
sebagai perangkat (struktur pelaksana) sewa tanah, dari pemungutan sampai
pada pengadministrasian sewa tanah. Meskipun keberadaan dari para bupati
sebagai pemungut pajak telah dihapuskan, namun sebagai penggantinya mereka
dijadikan bagian integral (struktur) dari pemerintahan colonial, dengan melaksanakan proyek-proyek pekerjaan umum untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk.
Tiga aspek pelaksanaan
sistem sewa tanah :
1) Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern
Pergantian dari sistem
pemerintahan-pemerintahan yang tidak langsung yang dulu dilaksanakan oleh para
raja-raja dan kepala desa digantikan dengan pemerintahan modern yang tentu
saja lebih mendekati kepada liberal karena rafles sendiri adalah seorang
liberal. Penggantian pemerintahan tersebut berarti bahwakekuasaan tradisional
raja-raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dansumber-sumber penghasilan
tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan.Kemudian fungsi para pemimpin
tradisional tersebut digantikan oleh para pegawai-pegawai Eropa.
2) Pelaksanaan pemungutan sewa
Pelaksanaan pemungutan sewa selama pada
masa VOC adalah pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan
dasar perhitungan perorangan tapi seluruh desa. Dalam mengatur pemungutan ini
tiap-tipa kepala desa diberikan kebebaskan oleh VOC untuk menentukan berapa
besar pajak yang harusdibayarkan oleh tiap-tiap kepala keluarga. pada masa sewa
tanah hal ini digantikan menjadi pajak adalah kewajiban tiap-tiap orang bukan
seluruh desa
3) Pananaman tanaman dagangan untuk dieksport.
Pada masa sewa tanah ini terjadi
penurunan dari sisi ekspor, misalnyatanaman
kopi yang merupakan komoditas ekspor pada awal abad ke-19 pada masasistem
sewa tanah mengalami kegagalan, hal ini karena kurangnya pengalaman para
petani dalam menjual tanaman-tanaman merekadi pasar bebas, karena
para petani dibebaskan menjual sendiri tanaman yang mereka tanam.Dua hal
yang ingin dicapai oleh raffles melalui sistem sewa tanah ini adalah :
1) Memberikan kebebasan berusaha kepada para petani Jawa melalui
pajak tanah.
2) Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumiakan mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran,
ekonomi, dan keadilan.
Kedudukan dan pola kerja rakyat pada masa sistem sewa
tanah ini padadasarnya tidak jauh berbeda pada masa sistem tanam paksa. Pada
sistem sewatanah rakyat tetap saja harus membayar pajak kepada pemerintah.
Rakyat diposisikan sebagai penyewa tanah, karena tanah adalah milik
pemerintahsehingga untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk menghasilkan tanaman
yang nantinya akan dijual dan uang yang didapatkan sebagian kemudian digunakan untuk
membayar pajak dan sewa tanah tersebut. Pada masa ini sistem feodalisme dikurangi,
sehingga para kepala adat yang dahulunya memdapatkan hak-hak
atau pendapatan yang bisa dikatakan irasional, kemudian dikurangi.
Tetapi hal yang menghiasi sistem sewa tanah adalah
pengaruh liberal yang dibawa oleh Raffles dan juga sikap anti Belandanya sehingga
segala sesuatu yang berhubungan dengan belanda sebisa mungkin untuk
dihindari. Pada masa sewatanah ini pajak yang diserahkan bukan lagi berupa
pajak perorangan dan berupain-natura, terapi lebih kepada pajak perorangan. Setiap
orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor, dan bebas
menjualnya kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan
oleh pemerintah.
Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah `terbiasa´
dengan tanam paksa dimana mereka hanya menanam saja, untuk mernjual tanaman
yangmereka tanam tentu saja mengalami kesulitan, sehingga mereka kemudian menyerahkan
urusan menjual hasil pertaniana kepada para kepala-kepala desa untuk menjualnya
di pasar bebas. Dan tentu saja hal ini berakibat pada banyaknya korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh
para kepala desa-kepala desa tersebut.
c. Tanaman dan Sistem Perdagangan
Terdapat banyak perbedaan dalam sistem sewa tanah dan tanam paksa. Perbedaaan
itu juga dapat dilihat dari tanaman dan sistem perdagangan yangditerapkan. Pada
sistem sewa tanah petani diberi kebebasan untuk menanamapapun yang mereka
kehendaki. Namun gantinya rakyat mulai dibebani dengansistem pajak. Kebebasan
untuk menanam-tanaman tersebut tidak dapatdilaksanakan di semua daerah di pulau
Jawa. Daerah-daerah milik swasta atau tanah partikelir dan daerah Parahyangan
masih menggunakan sistem tanam wajib. Di Parahyangan Inggris enggan untuk
mengganti penanaman kopi karena merupakan sumber keuntungan bagi kas negara. Walaupun
demikian pada sistem sewa tanah tanaman kopi mengalami penurunan hasil.
Selain kopi, tanaman gula (tebu) juga mengalami kemunduran yang sama. sehingga
pada sistem sewa tanah pemerintah hanya mampu mengekspor
kopi dan beras dalam jumlah yang terbatas. Penurunan hasil-hasiltanaman
ini dikarenakan petani Indonesia tidak begitu mengenal tanaman ekspor.
Sedangkan dalam sistem perdaganganpun sistem sewa tanah berbeda dengan
sistem tanam paksa. Unsur-unsur paksaan digantikan dengan unsur kebebasan
sukarela dan hubungan perjanjian atau kontrak. Sehingga pada sistemsewa tanah,
rakyat selain diberikan kebebasan untuk menanam, mereka jugadiberi kebebasan
untuk melakukan perdagangan atau menjual tanaman merekasendiri di pasaran
bebas. Sistem perdagangan ini tidak efektif karena penjualansering diserahkan
rakyat kepada kepala desa mereka.
Penyerahan penjualan kepada kepala desa dikarenakan
kurang pengalamannya petani dalam menjual tanaman-tanaman mereka di
pasaran bebas. Hal ini mengakibatkan kepala-kepala desa sering melakukan
penipuan terhadap petani maupun pembeli, sehingga membuat pemerintah
terpaksa ikut campur tangan dengan mengadakan penanaman paksa bagi tanaman
perdagangan.
2.3 Tujuan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa
tanah yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles
mengandung tujuan sebagai berikut:
a. Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebasuntuk
memotovasi mereka agar bekerja lebih giat sehinggakesejahteraannya mejadi lebih
baik;
b. Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga dapat
membeli baranng-barang industri Inggris;
c. Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap;
d. Memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani;
e. Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadiekonomi uang. Perubahan-perubahan yang
terjadi dengan dilaksanakannya sistemsewa tanah, dapat dikatakan revolusioner
karena mengandung perubahanazasi, yaitu unsur paksaan yang sebelumnya dialami
oleh rakyat, digantikan dengan unsur sukarela antara pemerintah dan rakyat.
Jadi, perubahan ini bukan hanya semata-mata perubahan secara ekonomi,
tetapi juga perubahan sosial-budaya yang mengantikan ikatan-ikatan adat yang
tradisional denganikatan kontrak yang belum pernah dikenal. Yaitu,
digantikannya sistem tradisional yang berdasarkan atas hukum feodal, menjadi
sistem ekonomi yang didasarkan atas kebebasan. Secara singkat perubahan
tersebut, antara lain:
a) Unsur paksaan digantikan dengan unsur bebasm sukarela;
b) Ikatan yang didasarkan pada ikatan tradisional, diubah menjadihubungan yang
berdasarkan perjanjian;
c) Ikatan adat-istiadat yang telah turun-temurun menjadi semakinlonggar,
akibat pengaruh barat.
2.4 Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa
tanah yang dilaksanakanan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, menemui
beberapa kegagalan. Dalammelaksanakan sistem sewa tanah tersebut, Jenderal
Stamford Raffles menemui banyak hambatan-hambatan yang berakibat gagalnya
system sewa tanah.Hamatan-hambatan yang dihadapinya antara lain:
1. Keuangan negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnyaterbatas;
2. Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat India yangsudah mengenal
perdagangan ekspor. Masyarakat Jawa pada abadIX
masih bertani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan belum banyak
mengenal perdagangan;
3. Sistem ekonomi desa pada waktu itu belum memungkinkanditerapkannya ekonomi uang;
4. Adanya pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korup;
5. Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap;
2.5 Masa Pemerintahan Inggris Di Indonesia
Setelah Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan
Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai
tugasnya pada tanggal 19 Oktober 1811.
Kebijaksanaan Raffles selama memerintah di Indonesia:
a.
Di
bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1)
Menghapus
segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti
dengan sistem sewa tanah (landrente).
2)
Semua
tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang
sewa.
Namun upaya Raffles dalam penerapan sistem pajak tanah mengalami
kegagalan karena:
1)
Sulit
menentukan besar kecilnya pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua rakyat
mempunyai tanah yang sama.
2)
Sulit
menentukan luas sempitnya dan tingkat kesuburan tanah petani.
3)
Keterbatasan
pegawai-pegawai Raffles.
4)
Masyarakat
desa belum mengenal sistem uang.
b.
Di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
Dalam bidang ini, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1)
Pulau
Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta.
2)
Masing-masing
karesidenan mempunyai badan pengadilan.
3)
Melarang
perdagangan budak.
c.
Di
bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1)
Mengundang
ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai penelitian ilmiah
di Indonesia.
2)
Raffles
bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan terbesar
di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi.
3)
Raffles
menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor
sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di Indonesia
bahkan dari berbagai penjuru dunia. Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama
sebab Pemerintahan Napoleon di Prancis pada tahun 1814 jatuh. Akibat berakhirnya
kekuasan Louis Napoleon 1814, maka diadakan Konferensi London.
|BAB III | PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem sewa tanah dijalankan oleh
Inggris, yaitu pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Stamford Raffles. Dalam
usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin
berpatokan pada tiga azas, antara lain:
1.
Segala bentuk dan jenis penyerahan
wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk
menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan
jenis tanaman apa yang akan ditanam;
2.
Peranan para bupati sebagai pemungut
pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral dari
pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pememrintahan yang sesuai, perhatia
mereka harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
3.
Para petani yang menggarap tanah
dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para
petani diwajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah
pemerintah.
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang diperkenalkan oleh
Gubernur Jenderal Stamford Raffles mengandung tujuan sebagai berikut:
1.
Para petani dapat menanam dan
menjual hasil panennya secara bebas untuk memotovasi mereka agar bekerja lebih
giat sehingga kesejahteraannya mejadi lebih baik;
2.
Daya beli masyarakat semakin
meningkat sehingga dapat membeli baranng-barang industri Inggris;
3.
Pemerintah kolonial mempunyai
pemasukan negara secara tetap;
4.
Memberikan kepastian hukum atas
tanah yang dimiliki petani;
5.
Secara bertahap untuk mengubah
sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Pelaksanaan sistem tanam paksa (culturstelsel)
sebenarnya merupakan usaha Pemerintah Hindia Belanda dalam memperbaiki keungan
di Hindia Belanda. Usaha tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak masa
pemerintahan Van der Capellen (1819-1825). Usaha-usaha Belanda tersebut semakin
mendapat hambatan karena persaingan dagang dengan pihak Inggris. Apalagi
setelah berdirinya Singapura pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia dalam
perdagangan semakin kecil di kawasan Asia Tenggara. Untuk kawasan Indonesia
sendiri diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa. Karena
kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono Kartodirjo, dkk, 1977, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV dan V, Jakarta: Balai Pustaka
Moedjanto, G. Drs. M.A., 1988, Sejarah Indonesia Abad XX, Jilid I, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Ricklefs, M.C., 1991, Sejarah Indonesia
Modern, diterjemahkan oleh Drs. Dharmono Hardjowidjono, Yogyakarta:
Gajah Mada University Pers
Drs. A. Daliman, M.Pd, 2001, Sejarah
Indonesia Abad XIX Sampai Awal Abad XX: Sistem Politik Kolonial dan Administrasi
Penerintah Hindia-Belanda, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Kardiyat Wiharyanto, 2006, Sejarah Indonesia Madya, Abad XVI-XIX, Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma
Niel,
Robert Van, 2003, Sistem Tanam Paksa
di Jawa, Jakarta: LP3ES
Sartono Kartodirdjo, 1977, Sejarah
Nasional Indonesia Jilid IV, Jakarta: Balai Pustaka,
trim's ya,,, sangat membantu...
BalasHapusTerimah Kasih Sangat Membantu Banget
BalasHapus