Nama : Kemas Muhammad Naufal Nashor
Kelas : XI IPA
Kampus : SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III
Bab I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perebutan tahta kekuasan yang marak
dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, membuat catatan buruk bagi demokrasi
di Negara ini, bukan hal yang baru ketika momentum pemilihan umum sedang
mendekati masanya, banyak dari elit politik yang mencoba untuk membersihkan
dirinya di tengah masyarakat, dengan melakukan banyak kegiatan social serta
langsung turun menyapa masyarakat sudah hal yang biasa terlihat, sehingga dalam kesempatan tersebut dirinya
berlaku bah seorang Malaikat yang hanya berfikir dan berusaha untuk membuat
kebaikan serta berbuata kemuliaan dan tanpa kenal balas budi, hal pencitraan
yang begitu sempurna dimata masyarakat selalu dipertontonkan. Namun dibalik itu
semua Individu yang diharapkan dalam masyarakat yang langsung terlibat dalam
pemilihan umum (pemilu) diharapkan sebagai targetan utama.
Pemilu merupakan sarana bagi
masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah
dalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari
masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting
dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi utama
untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat.
Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.
Dalam kedudukannya sebagai pilar
demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan
wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Pengalaman dalam rangkaian
penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah melalui pemilu
membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi.
Penyelenggaraan pemilu tahun 2004
dinilai cukup berhasil oleh banyak kalangan, termasuk kalangan internasional.
Dengan gambaran ini dapat dikatakan bahwa sistem perpolitikan nasional
dipandang mulai sejalan dengan penataan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
di dalamnya mencakup penataan partai politik.
Peran partai politik telah
memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional,
terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah.
Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan
berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem
politik. Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas,
kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan
meningkatkan kualitas demokrasi.
Setelah dilihat dalam kenyataan
dilapangan secara umum, bangsa Indonesia masih belum mampu keluar dari krisis
multidimensi yang dihadapinya. Proses reformasi memang telah mengantarkan
Indonesia pada perubahan-perubahan signifikan menuju Indonesia yang maju dan
demokratis. UUD 1945 sebagai konstitusi negara telah mengalami proses amandemen
selama empat kali dan menghasilkan perubahan-perubahan yang mendasar.
Pembatasan masa jabatan presiden dan
pemilihan presiden secara langsung, pencantuman pasal-pasal mengenai hak asasi
manusia, checks and balances antar cabang kekuasaan negara di bidang
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, otonomi daerah, penghapusan fungsi
politik militer, profesionalisasi kepolisian, upaya penguatan kedaulatan rakyat
melalui pemilihan secara langsung, dan seterusnya adalah contoh dari
perubahan-perubahan di bidang sistem politik dan ketatanegaraan.
Setelah dikaji, ternyata demokrasi
yang terjadi serta fungsi dan peran partai politik untung mengantarkan bangsa
ini kearah demokrasi banyak disalah gunakan, dalam kesempatan ini penulis
menyorot kembalikan Demokrasi yang sebenarnya dan optimalkan peran dan fungsi
partai politik sebagai wadah aspirasi rakyat untuk menyarakan kepentingan serta
masalah yang dihadapinya, sehingga penulis mengambil judul makalah ini dengan
“Optimalisasi peran parpol dalam mengembalikan Kepercayaan Rakyat”.
1.2
Rumusan masalah
Adapun permasalahan yang terdapat
dalam makalah ini
1.
Praktek Money politik yang sering Terjadi dalam Proses PEMILU
2.
Partai Politik Sudah Bergeser Nilai
3.
Keprcayaan Masyarakat Mulai Terkikis Terhadap Pemilu
1.3
Tujuan pembahasan
Dengan pembahasan yang dilakukan
terhadap ketiga masalah diatas diharapkan, praktek demokrasi kembali berjalan
sebagaimana mestinya, dan diharapkan mampu melekukakan perubahan atas lahirnya
seorang pemimpin yang ideala dengan proses pemilihan yang dekmokratis, serta
pemikiran masyarakat terhadap partai politik kembali menuai mamfaat sebagai
wadah aspirasi rakyar dalam mengeluarkan aspirasinya, serta problematika
masyarakat yang tergolong kea rah golput bias teratasi, dan kepeercayaan
masyarakan untuk mengikuti proses serta demokrasi bias berjalan sesuai perintah
Undang-undang, dan menghasilkan pemimpin yang diidamkan masyarakat serta
memperoleh pemimpin yang lahir dari perta deokrasi yang mempunyai dan
menerapkan azas LUBER JURDIL
Bab II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Partai Politik
Dalam hal ini Keberadaan Partai Politik dalam
kehidupan ketatanegaraan pertama kali dijumpai di Eropa Barat, yakni sejak
adanya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang patut diperhitungkan serta
diikut sertakan dalam proses politik, Dengan adanya gagasan untuk melibatkan
rakyat dalam proses politik (kehidupan dan aktifitas ketatanegaraan), maka
secara spontan Partai Politik berkembang menjadi penghubung antara rakyat
disatu pihak dan pemerintah di pihak lain.[1][3] Dengan demikian dapat ditarik
pengertian bahwa sebagai organisasi yang secara khusus dipakai sebagai
penghubung antara rakyat dengan Pemerintah, keberadaan Partai Politik sejalan
dengan munculnya pemikiran mengenai paham demokrasi dan kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan sistem ketatanegaraan. Sudah banyak definisi yang dikemukakan
oleh para sarjana mengenai pengertian Partai Politik tersebut.
Definisi-definisi
tersebut antara lain :
Beberapa sarjana mengemukakan tentang deenisi dari partai politik yakni :
Carl J. Friedrich: Sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pemimpin Partainya, dan
berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materiil.[2][4]
R.H. Soltou: Sekelompok
warganegara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu
kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasaan memilih, bertujuan
menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Sigmund Neumann: Organisasi
dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan
golongan atau golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
Miriam Budiardjo: Suatu
kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, kita dapat melihat adanya
"benang merah" hubungan pengertian antara pendapat yang satu
dengan yang lain, yaitu bahwa tujuan Partai Politik itu didirikan adalah untuk
merebut ataupun mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh masing-masing Partai
Politik. Untuk merebut dan mempertahankan penguasaannya di dalam Pemerintahan
tentunya dilakukan secara konstitusional.
Hal ini berarti keberadaan Partai Politik juga dimaksudkan sebagai sarana
untuk meredam konflik kepentingan ataupun persaingan yang muncul di lingkungan
masyarakat dalam mempengaruhi pemerintahan. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya
jikalau Keberadaan partai Politik di negara modern dipergunakan untuk
mewujudkan tatanan kehidupan kenegaraan yang lebih beradab. Hal ini mengingat
sebelum dikenal adanya paham mengikut sertakan rakyat dalam sistem politik,
perebutan kekuasaan selalu dilakukan dengan cara kekerasan. "Kasus Ken
Arok " dalam sejarah Indonesia merupakan contoh yang dapat
dipergunakandisini.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka pada hakikatnya
Partai Politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur
baik dalam hal pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan,
dengan tujuan pokok yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan
kekuasaannya dalam pemerintahan secara konstitusional.
2.2
Tujuan Partai politik
Setiap organisasi yang dibentuk oleh
manusia tentunya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Demikian pula organisasi yang
disebut Partai Politik. Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang
utama adalah merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam
pemerintahan suatu negara - juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang
dilakukan. Rusadi Kantaprawira mengemukakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh
Partai Politik pada umumnya mengandung tujuan:
a.
Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang-orangnya
menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan
keputusan politik atau output pada umumnya;
b.
Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadap kelakuan,
tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam keadaan
mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politik yang
bersangkutan).
c.
Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masih
mentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir
kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue)
yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.[3][9]
Dengan melihat aktivitas dari Partai Politik tersebut di atas, maka rakyat
sebagai subyek dalam sistem ketatanegaraan dapat melakukan pilihan-pilihan
alternatif, yakni Partai Politik mana yang akan diikuti atau menjadi saluran
politik mereka. Berkaitan dengan hal ini, di dalam struktur masyarakat yang
masih paternalistik, maka pilihan rakyat untuk berafiliasi kepada suatu Partai
Politik tertentu sangat ditentukan oleh ideologi atau aliran yang dianut oleh
suatu Partai Politik.
Oleh sebab itulah di dalam negara dengan struktur masyarakat yang masih
paternalistik, Partai Politik gemar untuk memainkan ideologi-ideologi Partai
guna memperoleh dukungan massa rakyat, sehingga memperkuat posisi dalam
kehidupan politik ketatanegaraan. Penekanan mengenai program kehendak menjadi
titik tolak utama untuk memperoleh dukungan massa rakyat. Kehidupan dan
aktivitas Partai politik semacam ini masih dapat dikategorikan sebagai Partai
Politik tradisionil.[4][10]
Sebagai tujuan umum partai politik
yang mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Serta mengembangkan kehidupan demokrasi
berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Tujuan khusus partai politik adalah
memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sudah barang tentu hal ini yang akan diwujudkan bagi
setiap warga negara. [5][11]
Partai politik memiliki fungsi :
Ø Sebagai
sarana sosialisasi politik, yaitu proses pembentukan sikap dan orientasi
politik paraanggota masyarakat.
Ø Sebagai
sarana komunikasi politik, yaitu proses penyampaian informasi mengenai politik
daripemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.
Ø Sebagai sarana rekruitmen politik, yaitu seleksi dan pengangkatan seseorang
atau sekelompokorang untuk melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik
pada umumnya dan pemerintahanpada
khususnya.
Ø Sebagai
pengelola konflik, yaitu mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan
pihak-pihakyang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan
kepentingan dari pihak-pihakyang berkonflik dan membawanya ke parlemen untuk
mendapatkan penyelesaian melalui keputusanpolitik.
Ø Sebagai
sarana artikulasi dan agegrasi kepentingan, menyalurkan berbagai kepentingan
yang adadalam masyarakat dan mengeluarkannya berupa keputusan politik.
Ø Sebagai
jembatan antara rakyat dan pemerintah, yaitu sebagai mediator antara kebutuhan
dankeinginan masyarakat dan responsivitas pemerintah dalam mendengar tuntutan
rakyat.[6][12]
Ada 6 alasan yang menyebabkan kita harus
berpartisipasi dalam partai politik :
Ø Manusia sebagai khalifah di bumi bertanggung jawab untuk melaksanakan misi
khalifah, yaitumemelihara, mengatur dan memakmurkan bumi yang merupakan
aktivitas politik yang paling otentik. Misi khilafah ini merupakan amanah Allah
yang wajib ditunaikan oleh setiap insan sesuai dengan hukum-hukum-Nya.
Ø Islam adalah
sistem hidup yang universal, yang mencakup seluruh aspek kehidupan baik agama,
ekonomi, sosial, budaya, politik maupun negara. Setiap muslim diperintahkan
untuk menerapkan keuniversalan ini secara utuh.
Ø Adanya
kewajiban-kewajiban Islam yang tidak dapat dilaksanakan kecuali secara
berjamaah dan memerlukan adanya kebijakan politik.
Ø Realitas
masyarakat muslim yang ingin menyalurkan aspirasi, potensi dan peran mereka
untuk ikutmenentukan kebijakan bangsa memerlukan sebuah wadah. Maka partai
politik adalah wadah yang paling efektif sebagai tempat penyalurannya.
Ø Keharusan
menegakkan amar maruf nahi munkar, keharusan memiliki kepedulian terhadap
persoalan ummat sebagaimana sabda nabi : Barang siapa tidak peduli dengan
urusan muslim, maka dia bukan dari golongan kami. Bergabung dalam partai adalah
salah satu bentuk kepedulian kita terhadap problematikaumat.
Ø Mereka yang
ingin menyingkirkan Islam dari kehidupan berbangsa senantiasa bekerja
sekuattenaga untuk menggalang kekuatan, sementara Allah memerintahkan agar
ummat memberikanperlawanan yang setimpal.
2.3 Klasifikasi
Partai Politik
Banyak jenis dan
bentuk Partai Politik yang hidup dan berkembang di dalam suatu kehidupan
ketatanegaraan. Berkaitan dengan hal inilah, maka pada hakikatnya Klasifikasi
Partai Politik dapat digambarkan sebagai berikut:
Klasifikasi
Partai Politik ditinjau dari Komposisi dan Fungsi Keanggotaannya.
1.
Klasifikasi semacam ini dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis Partai Politik,
yaitu :
a.
Partai Massa,
yakni suatu Partai Politik yang lebih mengutamakan kekuatannya berdasarkan
keunggulan jumlah anggota. Oleh karena itu biasanya terdiri dari
pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat
di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak
kabur.
b.
Partai Kader,
yaitu suatu Partai Politik yang lebih mementingkan keketatan organisasi dan
disiplin kerja dan anggota-anggotanya. Pemimpin Partai biasanya menjaga
kemurnian doktrin Partai yang dianut dengan jalan mengadakan saringan
calon-calon anggotanya secara ketat.
2. Klasifikasi Partai Politik ditinjau Dari
Sifat dan Orientasinya. Partai Politik dengan Klasifikasi semacam
ini dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu :
a.
Partai Lindungan (Patronage Party), yaitu suatu Partai Politik yang pada
umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor (meskipun organisasi di
tingkat lokal sering cukup ketat). Disiplin yang lemah dan biasanya tidak
terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Tujuan utama dari Partai
Politik jenis ini adalah memenangkan Pemilihan Umum untuk anggota-anggota yang
dicalonkannya. Oleh sebab itu Partai semacam ini hanya giat melaksanakan
aktivitasnya menjelang Pemilu. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah
Partai Demokrat dan Republik di AS.
b.
Partai Ideologi (Partai Asas), yaitu suatu Partai Politik (biasanya)
yang mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pemimpin dan
berpedoman pada disiplin Partai yang kuat dan mengikat Hampir sebagian besar
Partai-partai Politik yang ada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai Partai
Ideologi.
Berdasarkan dua
klasifikasi besar mengenai Partai Politik tersebut di atas - jika Partai-partai
Politik itu akan melakukan koalisi - maka langkah yang paling mudah dan relatif
berhasil untuk ditempuh adalah dengan melakukan koalisi Partai Politik yang
sama-sama berjenis Partai Massa atau sama-sama Partai Lindungan. Koalisi antar
Partai Kader atau antar Partai Ideologi relatif sulit untuk dilakukan. Apalagi
Koalisi antar Partai Politik dengan Ideologi yang jauh berseberangan. Misal
Koalisi antar Partai yang berideologikan keagamaan tertentu.[7][16]
2.4
Sistem Kepartaian
Dalam kehidupan
Politik ketatanegaraan suatu negara, pada prinsipnya dikenal adanya tiga sistem
kepartaian, yaitu :
a.
Sistem Partai Tunggal (the single party system). Istilah mi dipergunakan
untuk Partai Politik yang benar-benar merupakan satusatunya Partai Politik
dalam suatu Negara, maupun untuk Partai Politik yang mempunyai kedudukan
dominan di antara beberapa Partai politik lainnya. Namun demikian - oleh para
sarjana - dianggap merupakan bentuk penyangkalan diri (contradictio in
terminis), mengingat dalam pengertian sistem itu sendiri akan selalu
mengandung lebih dari satu unsur atau komponen. Kecenderungan untuk mengambil
sistem Partai Tunggal disebabkan, karena Pimpinan negara-negara baru sering
dihadapkan masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, suku
bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Dikhawatirkan bahwa
bila keanekaragaman sosial budaya ini dibiarkan tumbuh dan berkembang, besar
kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial yang menghambat usaha-usaha
pembangunan dan menimbulkan disintegrasi.
b.
Sistem dua Partai (two party system). Menurut Maurice Duverger, sistem
ini adalah khas Anglo Saxon (Amerika, Filipina). Dalam system ini Partai-partai
Politik dengan jelas dibagi kedalam Partai Politik yang berkuasa (karena menang
dalam Pemilihan Umum) dan Partai Oposisi (karena kalah dalam Pemilihan Umum).
c.
Sistem Banyak Partai (multy party system). Pada umumnya system
kepartaian semua ini muncul karena adanya keanekaragaman social budaya dan
politik yang terdapat di dalam suatu negara.[8][17]
Sistem
kepartaian yang kokoh sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.
Pertama,
melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat
mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan.
Kedua,
mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi,
yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan yang dihadapi oleh sistem
politik.
Dengan
demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi partai yang
mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok baru ke
dalam sistem politik.
2.5 Perkembangan Partai Politik Di Indonesia
a.
Keberadaan Partai Politik di Indonesia dimulai sejak Pemerintah Hindia Belanda
mencanangkan Politik Etis pada tahun 1908. Dengan adanya Politik Etis ini, maka
banyak kalangan cerdik pandai kaum Bumiputera yang mulai tergerak untuk ikut
serta dalam kehidupan ketatanegaraan melalui berbagai organisasi
kemasyarakatan. Pelopor utama dari Organisasi kemasyarakat tersebut adalah
Boedi Oetomo.
b.
Dengan keluarnya Maklumat Wk. Presiden No. X tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945
dan Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945 setelah Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 Indonesia menganut sistem Multi Partai yang ditandai dengan
munculnya 24 Partai Politik yang berbasis Aliran (ideologi).
c.
Menjelang Pemilu tahun 1955 yang berdasarkan Demokrasi Liberal terdapat 70
Partai Politik maupun perseorangan yang mengambil bagian dalam Pemilu tersebut.
Perlu diketahui bahwa Pemilu tahun 1955 dipergunakan untuk memilih anggota
Konstituante yang bertugas untuk merumuskan UUD yang akan menggantikan UUDS
1950, dan memilih DPR.
d.
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dilakukanlah penyederhanaan sistem Kepartaian di Indonesia, yaitu :
Penpres No. 7 tahun 1959 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 13 tahun 1960 mengatur
tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran Partai-partai Politik. Pada
tanggal 17 Agustus 1960 PSI dan Masyumi dibubarkan.
e.
Tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 9 Partai Politik yang mendapat pengakuan,
yaitu PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katolik, Perti, Murba, dan Partindo.
Dengan berkurangnya jumlah Partai Politik tersebut, tidak berarti konflik
ideologi dalam masyarakat umum sebagai akibat pengaruh yang dibawa oleh
Partai-partai Politik tersebut menjadi berkurang. Untuk mengatasi hal ini, maka
pada tanggal 12 Desember 1964, di Bogor diselenggarakan pertemuan Partai-Partai
Politik dan menghasilkan Deklarasi Bogor.
f.
Tanggal 12 Maret 1966 setelah terjadi Pemberontakan G/30/S PKI, maka PKI
dibubarkan dan dinyatakan sebagai Partai terlarang di Indonesia. Kemudian
dimulailah usaha pembinaan Partai-partai Politik yang dilakukan oleh Orde Baru.
g. Tanggal 20 Pebruari
1968 didirikan Parmusi
Ada
tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang munculnya partai politik.
Pertama,
teori kelembagaan. Teori ini mengatakan bahwa kemunculan partai politik
disebabkan karena dibentuk oleh kalangan elit legislative serta orang yang
berkepentingan untuk mengadakan kontak dengan masyarakat.
Kedua,
teori situasi historik. Teori ini mengatakan bahwa timbulnya partai politik
sebagai upaya untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh perubahan masyarakat
secara luas, yaitu berupa krisis legitimasi, integrasi dan partisipasi serta
krisis kepercayaan. Dengan demikian Untuk mengatasi hal itu dibentuk partai
politik yang dekat dengan kehidupan pribadinya.
Ketiga,
teori pembangunan. Teori ini melihat bahwa munculnya partai politik sebagai
produk modernisasi sosial ekonomi yang mengaju kepada wadah untuk melakukan
perubaha dalam menghadapi proses pembangun dan merubah watak masyarakat yang
mendiami daerah tertentu.[9][19]
2.6 Pembentukan
Partai Politik
Hal
lain yang turut serta menyokong lemahnya pelembagaan partai politik adalah
longgarnya syarat bagi pembentukan partai politik. UU Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik menentukan bahwa “Partai politik didirikan dan
dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) orang warga negara
Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akte
notaris”.
Dari
ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan partai politik mudah
dilakukan karena cukup mengumpulkan 50 (lima puluh) orang, sehingga mendorong
setiap orang atau kelompok untuk mendirikan partai politik. Oleh karena itu, di
masa depan perlu diupayakan adanya kenaikan jumlah warga negara yang
telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendirikan partai politik paling sedikit
250 orang.
Hampir
sebagian besar partai politik menghadapi masalah sentralisasi yang terlalu kuat
dalam organisasi partai, antara lain ditandai oleh sentralisasi dalam
pengambilan keputusan di tingkat pengurus pusat (DPP) dan pemimpin partai.
Hal
ini membuat kepengurusan partai di daerah sering kali tidak menikmati otonomi
politik dan harus rela menghadapi berbagai bentuk intervensi dari pengurus
pusat partai. Dalam kaitan ini, penyempurnaan sistem kepartaian dalam
rangka mendukung penguatan sistem pemerintahan presidensial dan sistem
perwakilan, perlu diatur ketentuan yang mengarah pada terbentuknya sistem
multipartai sederhana, terciptanya pelembagaan partai yang efektif dan
kredibel, terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel, dan
penguatan basis dan struktur kepartaian.
2.7 Pemilu Dengan Politik Uang
Pemilu
yang bersih dan demokratis akhir akhir ini sudah jarang didapat dalam kalangan
masyrakat, proses pesta demokrasi yang tercoreng dnga banyaknnya elit politik
yang di paksakan untuk melakukan politik uang menyebabkan tercorengnya proses
demokrasi yang diharapkan, karena pemilu yang di dasarkan pada pemilu angsung
membuat banyak kejanggalan dan ketimpangan sehingga akan mudah melakukan politk
uanga, karea rakyat yang langsung memilih.
Yang
dimaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat sebagai pemilih
berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati
nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai
pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung.
Sedangkan
pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama
bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi. Pemilu yang bersifat bebas berarti
bahwa setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya
tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap
warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan
kehendak hati nurani dan kepentingannya. Pemilu yang bersifat rahasia berarti
bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
Selanjutnya,
pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas,
profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih berkualitas,
sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat
seluas-luasnya. [10][20]
Penyelenggara
pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu,
pemilih, dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta pemilu mendapat
perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan atau perlakuan yang tidak adil
dari pihak mana pun.
Pemilu
harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang
sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan
memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Sistem
presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkan secara penuh
pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang
kuat, stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sistem kepartaian yang
sederhana.
Dengan
sistem kepartaian sederhana akan dapat dihasilkan tingkat fragmentasi
yang relatif rendah di parlemen, yang pada gilirannya dapat tercipta
pengambilan keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah partai yang terlalu
banyak akan menimbulkan dilema bagi demokrasi, karena banyaknya partai politik
peserta pemilu akan berakibat sulitnya tercapai pemenang mayoritas. Di sisi
lain, ketiadaan partai politik yang mampu menguasai mayoritas di parlemen
merupakan kendala bagi terciptanya stabilitas pemerintahan dan politik.
Seperti
kita ketahui bersama, praktik yang sekarang terjadi adalah ketiadaan koalisi
besar yang permanen, sehingga setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah
hampir selalu mendapat hambatan dan tentangan dari parlemen. Oleh karena itu,
yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang
permanen, baik yang mendukung pemerintahan maupun koalisi partai politik dalam
bentuk yang lain. Hal ini diperlukan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan
dengan prinsip check and balances dari sistem presidensial.
Munculnya
banyak partai politik selama ini dikarenakan persyaratan pembentukan partai
politik yang cenderung sangat longgar. Selain itu, penyederhanaan sistem
kepartaian juga terkendala oleh belum terlembaganya sistem gabungan partai
politik (koalisi) yang terbangun di parlemen atau pada saat pencalonan presiden
dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil
bupati/walikota dan wakil walikota.
Pada
pemilu presiden tahun 2004 dan terpilihnya beberapa kepala daerah dan wakil
kepala daerah baru-baru ini, gabungan partai politik (koalisi) sebetulnya sudah
dilaksanakan. Namun, gabungan (koalisi) tersebut lebih bersifat instan, lebih
berdasarkan pada kepentingan politik jangka pendek dan belum berdasarkan pada platform
dan program politik yang disepakati bersama untuk jangka waktu tertentu
dan bersifat permanen.
Secara
teori ada keterkaitan yang erat antara upaya penataan sistem politik yang
demokratis dengan sistem pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam masa
transisi politik, pemahaman terhadap hubungan antara kedua proses itu menjadi
sangat penting. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, seringkali penataan
elemen sistem politik dan pemerintahan dilakukan secara terpisah. Logika yang
digunakan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam realitas, semua elemen
tersebut akan digunakan dan menimbulkan kemungkinan komplikasi satu dengan
lainnya.
Berdasarkan
pengalaman, ada hubungan yang relatif konsisten antara sistem kepartaian dengan
sistem presidensial. Multipartai, terutama yang bersifat terfragmentasi,
menyebabkan implikasi deadlock dan immobilism bagi sistem
presidensial murni. Alasannya adalah bahwa presiden akan mengalami kesulitan
untuk memperoleh dukungan yang stabil dari legislatif sehingga upaya mewujudkan
kebijakan akan mengalami kesulitan.
Pada
saat yang sama partai politik dan gabungan partai politik yang mengantarkan
presiden untuk memenangkan pemilu tidak dapat dipertahankan untuk menjadi
koalisi pemerintahan. Tidak ada mekanisme yang dapat mengikatnya. Alasan lain
adalah bahwa komitmen anggota parlemen terhadap kesepakatan yang dibuat
pimpinan partai politik jarang bisa dipertahankan. Dengan kata lain,
tidak adanya disiplin partai politik membuat dukungan terhadap presiden
menjadi sangat tidak pasti. Perubahan dukungan dari pimpinan partai politik juga
ditentukan oleh perubahan kontekstual dari konstelasi politik yang ada.
Tawaran
yang diberikan untuk memperkuat sistem presidensial agar mampu menjalankan
pemerintahan dengan baik adalah dengan menyederhanakan jumlah partai politik.
Jumlah partai politik yang lebih sederhana (efektif) akan mempersedikit jumlah veto
dan biaya transaksi politik. Perdebatan yang terjadi diharapkan menjadi
lebih fokus dan berkualitas. Publik juga akan mudah diinformasikan baik tentang
keberadaan konstelasi partai politik maupun pilihan kebijakan bila jumlah
kekuatan politik lebih sederhana.
Yang
mestinya dibenahi adalah meningkatkan kualitas partisipasi politik rakyat.
Dalam jangka panjang, pemilih harus cerdas-terididik sehingga memilih calon
yang benar, bukan yang melakukan politik uang. Jika hal ini terjadi, perlahan
elit politik dipaksa menjadi BTP. Syaratnya, harus ada pendidikan politik.
Sementara untuk jangka pendek, harus muncul individu berkarakter BTP, yang
berani tidak menggunakan politik uang.
Terhadap
kandidat seperti ini, publik mestinya mendukung. Misalnya dengan memberikan
donasi 10 ribu per bulan. Tujuannya, untuk memangkas ketergantungan kandidat
pada pengusaha. Kandidat BTP bisa muncul melalui Parpol atau melalui jalur
independen. Manfaatnya agar Pilkada imun dari kandidat koruptor yang di
kemudian hari hanya akan menjadi alat korporasi semata. Jadikan Pilkada sebagai
sarana kedaulatan rakyat, bukan untuk mewujudkan kepentingan elit.
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wilayah
negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di
seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara
pemilu yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk lebih
meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
penyelenggaraan pemilu.
Perlu
dilakukan upaya untuk mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang
menuntut peran parpol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan
mewujudkan parpol sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern. Upaya
tersebut antara lain dapat ditempuh melalui pendidikan politik dengan
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan
inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Agar
tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat
keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban
yang jelas, maka penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara lebih
berkualitas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu diupayakan perubahan
untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan sistem
multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula sistem pemerintahan
presidensial sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 demokrasi bagi proses rekrutmen kader maupun seleksi para
pejabat publik.
Politik
transaksional yang diwarnai pertimbangan untung/rugi dalam sistem seleksi para
pejabat publik dalam sistem kepartaian kini lebih mendominasi dibandingkan
sistem seleksi para elite politik berdasarkan kualitas ide, gagasan maupun
visi. Tentu, buruknya sistem politik semacam ini memiliki dampak negatif dalam
pelaksanaan fungsi eksekutif maupun legislatif, yang pada gilirannya juga akan
menimbulkan dampak berupa rendahnya kinerja pelaksanaan fungsi-fungsi pokok eksekutif
maupun legislatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam sistem demokrasi yang baik/ideal, partai politik memiliki beberapa fungsi strategis, yaitu:
(1)
Sarana Komunikasi Politik;
(2)
Sarana Agregasi Politik;
(3)
Rekrutmen Politik; dan
(4)
Pengelola Konflik.
Disamping
fungsi-fungsi tersebut, partai politik juga dinisbatkan untuk menjalankan
fungsi kontrol politik guna meningkatkan kualitas kebijakan publik dan
sekaligus juga menjaga bekerjanya sistem saling pengawasan (checks and
balances) dalam sistem demokrasi. Fungsi-fungsi tersebut hanya dapat
dilaksanakan dengan baik jika sistem dan kultur perpolitikan memungkinkan bagi
seleksi kader maupun elite partai politik yang profesional, berkualitas.dan
berintegritas. Selama ini, yang jarang dipergunakan sebagai variabel dalam
menganalisis terhadap kecenderungan terjadinya banalitas (partai) politik
adalah kultur politik yang mendorong terjadinya sistem politik yang korup dan
manipulatif.
Sistem
kampanye yang lebih diwarnai politik ‘padat modal’ daripada ‘padat karya’,
kontestasi politik yang cenderung transaksional daripada profesional (money
driven politic) telah mendorong terjadinya sistem pemilu maupun pemilu kada
yang jauh dari semangat good governance.
Tak
heran jika kultur dan sistem politik semacam itu akhirnya menghasilkan banyak
elite politik yang îtersanderaî biaya kampanye yang tinggi dan setelah terpilih
kebanyakan tersandung berbagai praktik korupsi. Selain itu, sistem
pendanaan partai politik yang selama ini tidak transparan juga tak jarang
menjadi ajang transaksi kepentingan antara pemodal/pengusaha (nakal) dengan
elite politik.
Hadirnya
UU No 2 Tahun 2011 sebagai revisi dari UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik yang mencoba memperbaiki sistem kepartaian mulai dari proses pendirian,
sistem rekrutmen kader/elite partai politik, tatakelola (governance) partai
politik hingga akuntabilitas dan transparansi sistem pendanaan partai politik
harus sungguh-sungguh digunakan sebagai kerangka hukum (legal framework) untuk
membenahi pengelolaan partai politik.
Partai
politik dalam sistem demokrasi modern menduduki fungsi yang sangat penting di
berbagai negara manapun, terlepas dari pilihan sistem kepartaian yang
dipergunakan. Dengan demikian, dalam sisa waktu yang sangat pendek menjelang
pemilu tahun 2014, menjadi tantangan bagi partai-partai politik untuk membenahi
sistem internal partai masing-masing untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Yang terpenting untuk digarisbawahi adalah tak mungkin membentuk sistem
pemerintahan eksekutif maupun legislatif yang baik tanpa memperbaiki kualitas
(partai) politik di negeri ini.
3.2
Saran
Dalam
proses pesta demokrasi yang diharapkan kiranya dapat memberikan manfaat bagi
warga Negara, apabila peran serta partai politik serta dapat mengaplikasikan
nya dalam kehidupan bermasyarakat, dan proses politik uang terhapuskan sehingga
dapat menghasilkan pemimpin yang sebagaimana yang diharapkan masyarakat.
Juga
hal yang palingg mendasar masyrakat
serta pemerintah haru bekerja sama dalam mengatasi masalh tersebut dengan
saling memberikan informasi terhadap pelanggaran pencoretan proses pesta
demokrasi tersebut, sehingga para pelaku politik uang pun berfikir dua kali
untuk melakukan tindakan pelanggaran politik tersebut.
Selanjutnya
pola fikir masyarakat yang menganggap mudah untuk menjual suaranya sudah mulai
dihilangkan serta fikiran masyarakat yang selalu memilih golongan putih
(golput) dalam momen pesta demokrasi kiranya dapat dihilangkan, serta prinsip
memilih segera ditingkatkan dan saling mengajak untuk sama-sama berpartisipasi
dalam hal deokrasi.
Terhadap
makalah saya ini, penulis sangat berharap bagi pembaca agar kiranya makalah
saya ini dapat diberikan masukan berupa kritikan yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
a.
Buku
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik
Indonesia suatu Model Pengantar, Cet V, Sinar Baru, Bandung, 1988, .
Harun Arrasyid, pengantar Ilmu
Hukum, Penerbit Madju, Bandung, 1998
B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata
Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi Manusia (Memahami Proses Konsolidasi
Sistem Demokrasi di Indonesia), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2003.
Lubis Solly M, Asas Partai Politik,
Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1999
Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan
Presiden Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi
Fakultas Pasca Sarjana UI, Jakarta,1990.
Hasan Al Rasyid, Pengisian Jabatan
Presiden, Grafiti, Jakarta, 1999.
Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi
Pancasila, Cet. IV, Aksara Baru, Jakarta, 1987.
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia-Jakarta, 1986
Subagyo Firman, Menata Partai Politik,
RM BOOK, Bandung 2000
Fatwa AM, Kampanye Partai Politik
Kampus, Gramedia Pustaka Utama, Bandung, 2003
Subanidro, Pembentukan Partai Politik
Islam, Hibrur Aman, Semarang, 1988
Moh. Kusnardi & Hasmaily Ibrahim,
Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN-FHUI, Jakarta, 1983.
Mansyuruddin T, Sosiologi, Kelompok
Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan,
1999
Tarigan Pandestaren,Arah Negara Hukum
Demokratis, Pusaka Bangsa Press, Medan, 2003
Ali Daud Muhammad, Hukum Islam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001
Urger M Roberto, Posisi Hukum Politik
dalam Masyarakat, Nusa Media, Bandung, 2007
Nonet Philipe, Teori-teori Hukum dan
Politik, Nusa Media, Bandung, 2008
Salman Otje S, Mengingat Mengumpulkan
Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, 2008
Rusadi Kartaprawira, Sistem Politik
Indonesia pada umumnya,Sinar Baru, Bandung, 1988
Maurice Duverjer, Partai Politik Dan
Kelompok Penekan, Rineka Cipta, Bandung, 1994
Firmanzah, Mengelola Partai Politik,
Garamedia, Bandung, 1999
Munawwir Imam, Partai Politik Dalam
Kerangka Pembangunan Politik di Indonesia, Bina Ilmu, 1992
Bambang S, Partai-Partai
Politik Indonesia Serta Ideologi, Strategi,
dan Program, Media Nusantara, Bandung, 2008
b.
Perundang Undangan
Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen I, II, III dan IV
Undang-Undang No. 22 Tahun 2007, tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008, tentang Partai Politik
Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
Undang-Undang No 27 Tahun 2009
tentang Susunan dan kedudukan
jangan lupa ikut try out gratis dari ruangguru
BalasHapushttps://marketing.ruangguru.com/uji
terimakasih dan salam kenal..
BalasHapushttps://www.carmudi.co.id/cars/used/
thanks!
BalasHapussalam,
https://www.cekaja.com/kredit-kendaraan-bermotor